Buka Mata

{“data”:{“product”:”tiktok”}}

Oleh: Junaidi Drakel

 

Tidak lama lagi kita akan merayakan pesta demokrasi. Masyarakat akan menentukan siapa yang nantinya bakal menjadi Bupati Kepulauan Sula periode 2024-2029. Paling tidak, di pesta kali ini jangan lagi terpancing dengan janji-janji maupun uang yang akan diberikan oleh kandidat yang tidak punya niat baik untuk membangun negeri.

Jika tidak ingin terus mengeluh di setiap periode ke periode, harus benar-benar pilih pemimpin yang punya niat untuk membangun daerah. Jangan karena uang Rp100-200 ribu, kita menderita selama lima tahun. Itu berbahaya.

Di Kabupaten Kepualaun Sula, Provinsi Maluku Utara, sudah 21 tahun dimekarkan. Tetapi tidak banyak berubah. Kabupaten yang terdiri dari dua pulau, yakni Pulau Sulabesi dan Pulau Mangoli ini, masih banyak sekali desa yang belum sama sekali memiliki jalan aspal. Lebih banyak desa-desa yang ada di Pulau Mangoli.

Sementara di Pulau Sulabesi, selain beberapa desa yang belum merasakan jalan aspal, masyarakat juga masih kesulitan mendapatkan akses jaringan telepon maupun internet. Padahal ini adalah kebutuhan paling dasar yang harus pemerintah daerah penuhi.

Tanjung Waka, Desa Fatkauyon, yang hampir setiap tahun pemerintah gelar festival dengan menghabiskan uang miliaran rupiah, tetapi jaringan telepon dan internet sangat tidak stabil.

Kemudian, di Pulau Mangoli, ada banyak desa yang kesulitan mendapatkan jaringan telepon dan internet, terutama di Desa Falabisahaya, hampir setiap periode ke periode, saya melihat masyarakat mengeluh tentang masalah ini.

Dalam tulisan ini, saya tidak bermaksud mengajak masyarakat untuk tidak memilih, tetapi saya hanya mengingatkan agar kita tidak lagi salah pilih. Kita sudah harus pintar. Tidak lagi terjebak dengan uang dan cerita ‘bohong’ dari setiap tim pemenang.

Pada 27-29 Agustus 2024, kita akan tahu siapa saja yang akan menjadi calon bupati dan wakil bupati. Pasca dari itu, masing-masing dari tim pemenang akan tersebar di 78 desa yang ada di Kepulauan Sula. Orang-orang yang tergabung dalam tim pemenang calon bupati, hampir sebagian besar adalah lulusan perguruan tinggi.

Orang-orang yang lulus dari perguruan tinggi ini, mereka akan gunakan semua cara untuk menjual berbagai produk dari kandidat masing-masing. Jika masyarakat tidak lihai dalam menghadapi tim pemenang, maka risikonya akan menderita lagi lima tahun akan datang.

Di usia kabupaten yang sudah 21 tahun ini, setidaknya kita tidak lagi mengeluh soal listrik padam. Katena masalah listrik sudah dikeluhkan sejak daerah ini dimekarkan pada tahun 2003. Kita seakan hanya jalan di tempat.

Di usia kabupaten yang cukup dewasa ini, ekonomi bukan makin hari makin membaik, tetapi malah jauh lebih sulit. Pedagang-pedagang yang berjualan di pasar Basanohi Sanana, rata-rata mengaku kalau pendapatan mereka setiap hari mengalami penurunan.

Jika dilihat lebih jauh, rata-rata setiap bangunan yang dibuat pemerintah dengan menghabiskan uang sebanyak ratusan miliar, ‘tidak’ dibangun berdasarkan riset atau penelitian. Buktinya, banyak bangunan yang sampai saat ini tidak ditempati, contohnya seperti bangunan pasar yang ada di Desa Pohea, pasar Desa Waiboga.

Terkesan pemerintah tidak memiliki perencanaan yang serius. Tentu, salah satu faktor putaran ekonomi dapat berjalan dengan maksimal, adalah pembangunan yang dibangun oleh pemerintah harus tepat sasaran.

Jadi, soal pilihan politik itu hak masing-masing masyarakat. Tetapi setidaknya kali masyarakat tidak lagi menjadi korban di lima tahun akan datang. Pintar-pintarlah menentukan pilihan. Perubahan daerah ditentukan dari kita sendiri.***

 

Komentar
Bagikan:

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Iklan